Wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya. Beberapa teori paham kekuasaan dan teori geopolitik. Perumusan wawasan nasional lahir berdasarkan pertimbangan dan pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan.
Teori-teori yang dapat mendukung rumusan tersebut antara lain:
a.Paham Machiavelli (Abad XVII)
Dalam bukunya tentang politik yang diterjemahkan kedalam bahasa dengan judul “The Prince”, Machiavelli memberikan pesan tentang cara membentuk kekuatan politik yang besar agar sebuah negara dapat berdiri dengan kokoh. Didalamnya terkandung beberapa postulat dan cara pandang tentang bagaimana memelihara kekuasaan politik. Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil berikut: pertama, segala cara dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan; kedua, untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (divide et impera) adalah sah; dan ketiga, dalam dunia politik (yang disamakan dengan kehidupan binatang buas ), yang kuat pasti dapat bertahan dan menang. Semasa Machiavelli hidup, buku “The Prince” dilarang beredar oleh Sri Paus karena dianggap amoral. Tetapi setelah Machiavelli meninggal, buku tersebut menjadi sangat dan banyak dipelajari oleh orang-orang serta dijadikan pedoman oleh banyak kalangan politisi dan para kalangan elite politik.
b. Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Kaisar Napoleon merupakan tokoh revolusioner di bidang cara pandang, selain penganut baik dari Machiavelli. Napoleon berpendapat bahwa perang di masa depan akan merupakan perang total yang mengerahkan segala upaya dan kekuatan nasional. Kekuatan ini juga perlu didukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan teknologi demi terbentuknya kekuatan hankam untuk menduduki dan menjajah negara-negara disekitar Prancis. Ketiga postulat Machiavelli telah diimplementasikan dengan sempurna oleh Napoleon, namun menjadi bumerang bagi dirinya sendiri sehingg akhir kariernya dibuang ke Pulau Elba.
c. Paham Jendral Clausewitz (XVIII)
Pada era Napoleon, Jenderal Clausewitz sempat terusir oleh tentara Napoleon dari negaranya sampai ke Rusia. Clausewitz akhirnya bergabung dan menjadi penasihat militer Staf Umum Tentara Kekaisaran Rusia. Sebagaimana kita ketahui, invasi tentara Napoleon pada akhirnya terhenti di Moskow dan diusir kembali ke Perancis. Clausewitz, setelah Rusia bebas kembali, di angkat menjadi kepala staf komando Rusia. Di sana dia menulis sebuah buku mengenai perang berjudul Vom Kriege (Tentara Perang). Menurut Clausewitz, perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Baginya, peperangan adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa. Pemikiran inilah yang membenarkan Rusia berekspansi sehingga menimbulkan perang Dunia I dengan kekalahan di pihak Rusia atau Kekaisaran Jerman.
d. Paham Feuerbach dan Hegel
Paham materialisme Feuerbach dan teori sintesis Hegel menimbulkan dua aliran besar Barat yang berkembang didunia, yaitu kapitalisme di satu pihak dan komunisme di pihak yang lain. Pada abad XVII paham perdagangan bebas yang merupakan nenek moyang liberalisme sedang marak. Saat itu orang-orang berpendapat bahwa ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar surplus ekonominya, terutama diukur dengan emas. Paham ini memicu nafsu kolonialisme negara Eropa Barat dalam mencari emas ke tempat yang lain. Inilah yang memotivasi Columbus untuk mencari daerah baru, kemudian Magellan, dan lain-lainnya. Paham ini juga yang mendorong Belanda untuk melakukan perdagangan (VOC) dan pada akhirnya menjajah Nusantara selama 3,5 abad.
e. Paham Lenin (XIX)
Lenin telah memodifikasi paham Clausewitz. Menurutnya, perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Bagi Leninisme/komunisme, perang atau pertumpahan darah atau revolusi di seluruh dunia adalah sah dalam kerangka mengkomuniskan seluruh bangsa di dunia. Karena itu, selama perang dingin, baik Uni Soviet maupun RRC berlomba-lomba untuk mengekspor paham komunis ke seluruh dunia. G.30.S/PKI adalah salah satu komoditi ekspor RRC pada tahun 1965. Sejarah selanjutnya menunjukkan bahwa paham komunisme ternyata berakhir secara tragis seperti runtuhnya Uni Soviet.
f. Paham Lucian W.Pye dan Sidney
Dalam buku Political Culture and Political Development (Princeton University Press, 1972 ), mereka mengatakan :”The political culture of society consist of the system of empirical believe expressive symbol and values which devidens the situation in political action can take place, it provides the subjective orientation to politics.....The political culture of society is highly significant aspec of the political system”. Para ahli tersebut menjelaskan adanya unsur-unsur sebyektivitas dan psikologis dalam tatanan dinamika kehidupan politik suatu bangsa, kemantapan suatu sistem politik dapat dicapai apabila sistem tersebut berakar pada kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan. (Dari berbagai sumber)
HOW TO RESPOND TO THE “TELL ME TO YOUR READING LIFE” QUESTION
5 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar