Sebentar lagi pagi kan
datang walau sang bulan malas untuk pulang, daibangku terminal benak mu
tertanda gelisah seorang merasa terbuang, sedetik ingatnya seribu
angannya dambakan malam terus berbintang, di bawah sadarnya nasib
bercerita hangatnya surya para neraka.
Sampai
kapan kau akan bertahan dicaci langit tak sanggup menjerit, hitam awan
pasrah kau jilati, kusam kau dekap dengan muak kau lelap, pagi yang
hingar dengan sadar engkau gentar,,,
Dari bebrapa baris syair ini bisa di gambarkan masi banyak orang yang merasa terbuang. Kita ambil contoh di Jakarta, di Jakarta masi sangat banyak orang yang berjuang untuk dapat merubah nasib walau itu hanya ada dalam angan-angan saja.
Masi
sangat banyak anak-anak jalanan yang mengadu nasib di kota yang
terkenal kota yang paling kejam di Indonesia ini, banyak dari mereka
datang dari berbagai desa yang ada di Indonesia untuk mengubah nasib
atau mencoba peruntungan di kota besar ini, walaupun mereka masi terlalu
kecil untuk merasakan kerasnya kehidupan untuk mencari nafkahnya
sendiri, tapi mereka tetap bertahan walau mereka di caci langit, merasa
terbuang dan mendambakan sebuah kebahagian di masa-masa indah dunia
anak-anak. tapi mereka tetap sabar dan tak gentar untuk meraih bahagia
yang ada di angannya,,,
Di Indonesia hal
seperi ini mungkin sudah bisa dianggap seperti kebudayaan, karena banyak
sekali anak-anak yang masi di bawah umur terlihat di pinggiran ibu kota
untuk mencari uang, seperti mengamen, mengemis, bahkan sudah ada yang
berani utuk menjadi pencopet. Dan jumlah mereka semakin bertambah setiap
tahunnya.
Jelas ini bukan mau mereka, jelas ini bukan impian mereka, dan jelas ini bukan salah mereka!
Kita
sadar kita adalah Negara yang sangat amat kaya, yang semuanya serba ada
di sini, tapi kekayaan ini di kuasai oleh Negara lain dan hasilnya di
nikmati Negara-negara lain. Dan anak bangsa hanya bias melihat dengan
tatapan tolol.
Sekarang kita pikir, ini salah siapa?!